Bertaubatlah

Posted by Unknown Selasa, 19 Agustus 2014 1 komentar
Manusia tidak lepas dari kesalahan, besar maupun kecil, disadari maupun tanpa disengaja. Apalagi jika hawa nafsu mendominasi jiwanya. Ia akan menjadi bulan-bulanan berbuat kemaksiatan. Ketaatan, seolah tidak memiliki nilai berarti.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ. رَوَاهُ التِّرْمـِذِيُّ
Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat. [HR At Tirmidzi, no.2499 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391]
لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا لَخَلَقَ اللهُ الْخَلقَ يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ رَواه الْحَاكِمُ
Seandainya hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa, tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian mengampuni mereka. [HR Al Hakim, hlm. 4/246 dan dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 967] {http://almanhaj.or.id/content/2975/slash/0/taubat-nashuha/}
Banyak diantara kita sudah merasa berdosa tetapi malah menunda-nunda untuk bertaubat, dengan alasan-alasan antara lain:
1. Masih menggandrungi perbuatan dosa tersebut, bahkan merasa nyaman, enak, dan bangga dengannya,
2. Menganggap remeh perbuatan dosa
3. Khawatir jika sudah bertaubat pun akan terjebak dalam dosa yang sama, jadi taubatnya nanti saja, kalau merasa benar-benar sudah mampu meninggalkannya 100%, dll
Padahal sikap ini justru menimbulkan dosa tersendiri, simak yang berikut ini:
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Bertaubat dengan segera merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dan tidak boleh ditunda. Setiap kali seorang hamba menunda taubat, berarti ia telah berbuat maksiat kepada Allah dan apabila ia sudah bertaubat dari dosa yang dilakukannya, maka tinggal kewajiban untuk bertaubat dari perbuatan menunda pelaksanaan taubat.”
Jarang sekali hal ini terlintas dalam pikiran orang yang bertaubat, bahkan menurutnya, apabila sudah bertaubat dari dosa ia lakukan, berarti tidak ada lagi kewajiban lain yang harus ia laksanakan, yaitu bertaubat dari perbuatan menunda-nundanya.” (Madaarijus Saalikiin [I/283])
Selain itu, menunda taubat justru merupakan penyebab sulitnya bertaubat dan pendorong iuntuk melakukan dosa yang lainnya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya jika seorang mukmin melakukan dosa, maka tertorehlah noda hitam dihatinya. Apabila ia bertaubat dan berhenti dari dosa itu dan memohon ampun kepada Allah, maka hatinya mejadi bersih dari noda tersebut. Apabila dosanya bertambah, maka bertambah pula noda tersebut sampai menutupi hatinya. Itulah noda yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya : ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup (menjadi noda) hati mereka.” (QS. al-Muthaffifiin: 14) [Diriwayatkan oleh Ahmad (II/298), at Tirmidzi (no.3334) dan beliau menyatakan bahwa hadits tersebut derajatnya hasan shahih, Ibnu Majah (no.4244), an Nasa-i dalam kitab al Kubra(no.11658), Ibnu Hibban (no.930), serta al Hakim (II/562) dan beliau menshahihkannya. Sementara itu, adz Dzahabi berkata: ‘Menurut syarat Muslim.’ Diriwayatkan juga oleh al Baihaqi dalam Sunan-nya (X/188)] {http://alqiyamah.wordpress.com/2009/10/18/janganlah-kita-menunda-nunda-taubat/}
Perhatikan Saudaraku, hadits berikut ini membantah habis syubhat no. 3 di atas:
Mengenai hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى
ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”( HR. Muslim no. 2758). An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75) [http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3084-melebur-dosa-dengan-taubat-yang-tulus.html]
Ini fenomena yang umum terjadi, di masa sekarang ini, dimana senantiasa terjadi tarik menarik antara kubu para pelaku dosa dan kubu orang yang bertaubat. Masing-masing kubu bersenang hati menerima kehadiran seseorang untuk kembali, yang selama ini berpisah dengan mereka. Orang-orang yang bertaubat senang menerima hadirnya pelaku dosa yang kembali bertaubat atas dosa-dosanya. Begitu pula, para pelaku dosa akan riang gembira menyambut orang shalih yang kembal menggeluti dosa-dosa lamanya.
Maka begitu banyak orang yang menjadi korban tarik-menarik itu. Berapa banyak orang sholih yang akhirnya terjebak dalam dosa, yang dari dosa itu dahulu pernah bertaubat. Sayangnya, itu terjadi berkali-kali sepanjang hidupnya.
Namun, selama ia tulus bertaubat dan ingin memperbaiki diri, tak ada istilah pintu taubat tertutup baginya selama nyawa belum sampai di kerongkongan dan matahari terbit dari barat. (Dari artikel “Bekal Menuju Taubat”, bonus majalah Nikah vol 8, edisi 5,  Agustus 2009)

Peringatan!
Hadits ini bukanlah dalil bagi seseorang untuk menunda-nunda taubat, atau meremehkan urusan dosa. Tapi ini fenomena yang bisa terjadi pada seseorang. Dan bila itu terjadi, ia tidak boleh berhenti bertaubat, selama hayat masih dikandung badan.
Al-Qurthubi menjelaskan, “pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu, ia berarti melanggar taubatnya. Tapi, kembali melakukan taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Alloh Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Alloh…,” (lihat Fathul Bari: 14/471) [Dari artikel "Bekal Menuju Taubat", bonus majalah Nikah vol 8, edisi 5,  Agustus 2009]
Hadits ini juga bukanlah izin untuk mengulangi dosa lagi. Oleh karena itu, setiap orang tetap harus hati-hati dalam berbuat dosa supaya mendapatkan ampunan Allah. Karena setiap hamba tidaklah tahu kapan ia bisa beristighfar dan bertaubat lagi. Boleh jadi ia tidak sempat melakukannya karena maut ternyata lebih dulu menghampiri. (http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3987-faedah-tauhid-7-allah-yang-maha-pengampun.html)
Jangan Salah Paham dengan Syarat Taubat!
Ada beberapa persyaratan agar suatu taubat bisa disebut dengan taubat nashuha dan bisa diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, antara lain (http://asysyariah.com/adakah-shalat-hajat-dan-shalat-taubat.html):
1. Menyesali perbuatan dosanya;
2. Meninggalkannya;
3. Bertekad untuk tidak melakukannya lagi selama-lamanya;
4. Bila terkait dengan hak orang, dia mengembalikannya kepada orang yang dizalimi.
Baca juga tentang syarat taubat yang lebih lengkap dengan penjelasannya di http://al-atsariyyah.com/shalat-taubat-dan-syaratnya.htmlhttp://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3084-melebur-dosa-dengan-taubat-yang-tulus.htmlhttp://abumushlih.com/syarat-taubat-sejati.htmlhttp://almanhaj.or.id/content/2975/slash/0/taubat-nashuha/; dan http://kajiansalafyui.wordpress.com/2009/06/07/taubat/
Syarat taubat ketiga di atas bukan “tidak mengulanginya selama-lamanya”. Yang benar adalah ‘azzam untuk tidak berbuat lagi. Paham ya?
Jadi kalau terjerumus lagi, ya taubat lagi. Yang penting tekad itu dimantapkan dalam hati untuk tidak berbuat lagi. Dan Alloh tahu apakah seseorang tersebut taubatnya serius atau main-main. Alloh Mahatahu, apakah diucapkan saja, terus nanti akan berbuat lagi, atau memang benar-benar berniatuntuk berhenti.
Tapi tidak mustahil kita sudah bertekad, ikhlash, sudah betul-betul murni tekadnya, tapi kalah lagi, kejeblos lagi, sampai akhirnya  menangis dan kemudian bertaubat. Besok sungguh-sungguh lagi, insyaAlloh diampuni, walaupun tiga-empat kali terjerumus. Yang penting kita bertaubat dengan syarat: selain menghentikan perbuatan itu, maka setelah itu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dengan ikhlash bertekad dalam hati bahwa saya tidak berbuat lagi. Terus begitu, sebelum nyawa di kerongkongan dan matahari terbit dari barat, pintu taubat masih tetap terbuka. (http://insinyur-muslim.blogspot.com/2011/01/taubat-lagi-maksiat-lagi-tanya-jawab.html)

Untuk melengkapi pembahasan di atas, berikut ini saya ulas tentang buah/faidah/keutamaan taubat, bahaya meremehkan dosa, apa yang harus dilakukan ketika taubat, dan penghalang taubat.
A. Buah/Faidah/Keutamaan Taubat
Pada hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar-benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya. Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
Pertama: sebab untuk meraih kecintaan dan ridho Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al Baqarah: 222 dan At-Tahrim: 4
Kedua: ssebab keberuntungan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. An Nuur: 31
Ketiga: sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan-kesalahannya, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Asy Syuura: 25 dan QS. Al Furqaan: 71
Keempat: sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Maryam: 59, 60; At-Tahrim: 8 dan Ghafir: 7
Kelima: sssebab mendapatkan ampunan dan rahmat, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al A’raaf: 153
Keenam: sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al Furqaan: 68-70  dan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Ketujuh: sebab untuk meraih segala macam kebaikan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. At Taubah: 3 dan QS. At Taubah: 74
Kedelapan: sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar, sebagaimana firman Alloh dalam QS. An Nisaa’: 146
Kesembilan: sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya kekuatan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Huud: 52
Kesepuluh:  malaikat mendoakan orang-orang yang bertaubat, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Ghafir: 7
Kesebelas: termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman Alloh dalam QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang bertaubat berarti dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan diridhai-Nya.
Kedua belas: Allah bergembira dengan sebab hal itu.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat kehilangan hewan tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu’, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)
Ketiga belas: sebab bersihnya hati dan menjadikannya bersinar dan bercahaya, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Tahrim: 4 dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya:
“Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah raan yang disebutkan Allah ta’ala,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani)
(http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/keutamaan-taubat.html dengan perubahan/tambahan). Selengkapnya, tentang keutamaan taubat poin 1 s.d. 13, bacalah situs tersebut
Keempat belas: Diberikan kenikmatan yang baik (sewaktu di dunia) dan terhindar dari siksa di hari kiamat, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Hud: 3
Kelima belasMelapangkan rizki, memberikan keberkahan dari langit dan bumi, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Nuh: 10-12
(Dari artikel karya Ust. Kholid Syamhudi di majalah El-Fata Edisi 5 Volume 6 Tahun 2006)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Bertaubatlah
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://blog-nuwonokromo.blogspot.com/2014/08/bertaubatlah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Test Komentar

Posting Komentar

Buat Email | Copyright of Nahdlatul Ulama.